ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280
Seorang anak petani kelapa dari Kabupaten Padangp Pariaman, Sumatera Barat (Sumbar) berjalan penuh semangat mendatangi Markas Komando Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal) II di Teluk Bayur Padang Tahun 2015 lalu.
Ia hanya bermodalkan ijazah Sekolah Menengah Atas (SMA). Anak petani ini bertekad ikut bersaing dengan ribuan anak muda di tanah air yang mendaftar menjadi taruna Akademi Angkatan Laut (AAL).
Dia adalah Indra Koto, putra Barang-Barangan Nagari Malai V Suku, Kecamatan Batang Gasan, Padang Pariaman.
Bermodal semangat menggapai cita-citanya, Indra bersama 14 putra Minang lainnya di Bumi Andalas, lulus tes dan diberangkatkan ke Magelang mengikuti pendidikan calon tentara (werving) TNI.
“Pendidikan werving TNI ini merupakan gabungan semua matra; angkatan darat, laut, dan udara. Jadi pendidikannya tidak terfokus pada angkatan laut saja kala itu,” ungkap Indra berbincang dengan Padang Ekspres (Jawa Pos Group) di Auditorium Istana Gubernur Sumbar pada jamuan makan malam taruna AAL oleh Gubernur Sumbar Irwan Prayitno, Kamis (9/11).
Setelah merasakan asam garam proses pendidikan, akhirnya 10 dari 15 anak muda yang melamar dari Sumbar itu dinyatakan lulus menjadi anggota TNI.
Rinciannya, 1 orang lulus Angkatan Laut (AL) yakni Indra Koto; 6 orang lulus Angkatan Darat (AD); 3 orang lulus Angkatan Udara (AU).
“Saya tidak menyangka. Hingga hari ini masih belum percaya bahwa saya sekarang telah menjadi bagian dari TNI AL. Menjadi satu-satunya taruna muda yang lahir di tanah Malai V Suku. Saya merasa bangga bisa lulus menjadi bagian dari TNI AL,” kata putra pasangan Farida dan Kena itu.
Perasaan senang bercampur itu tampak dari raut muka dan penuturan Indra. Padahal, dua tahun sebelumnya pria kelahiran 20 Maret 1996 itu dua masih harus banting tulang menolong ayahnya bertani kelapa. Namun, sekarang, Indra berdiri dengan gagah dan bangga mengenakan baju kebesaran Angkatan Laut.
Ketika ditanya berapa uang yang dihabiskannya hingga lulus masuk AAL, Indra langsung menyebut hanya sekitar Rp 10 ribu.
“Hanya sebanyak itu uang yang saya habiskan untuk masuk AAL. Itupun untuk membeli amplop berkas lamaran dan biaya fotokopi saat mendaftar di Mako Lantamal II Padang,” bebernya.
Menurutnya, masuk TNI tidak butuh uang banyak. “Jika kita serius hendak menggapai cita-cita, maka nasib bisa diubah dengan berbekal semangat pantang menyerah dan tekad baja yang diiringi doa,” katanya.
Alumni SMA 1 Batang Gasan itu saat ini masih menjalani latihan ketarunaan dengan Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Bima Suci.
Rabu (8/11) lalu, dia bersama komandannya dan taruna AAL menginjakkan kaki di ranah Minang setelah menghabiskan waktu hampir dua bulan berlayar mengarungi samudera dengan kapal tersebut.
Selama berlayar, tak sedikit suka-duka yang dihadapinya. Mulai dari menerjang badai hingga menaklukkan gelombang besar lautan yang mengadang. Melawan cuaca dingin dan panas sudah jadi santapan biasa.
Dia bersama rekan-rekannya selalu siaga menghadapi segala ancaman yang datang dari berbagai sisi, terutama saat melintasi Samudera Afrika yang terkenal dengan keganasan perompak Somalia.
Namun demikian, Indra juga bisa bersuka-cita bersama taruna lainnya menghabiskan malam di laut lepas untuk beranjak dari satu dermaga untuk mengejar pelabuhan lain di sejumlah negara yang disinggahi.
KRI Bima Suci yang membawa Indra dan taruna lainnya bertolak dari Vigo Spanyol 18 September 2017. Kapal KRI yang dikapteni Letkol Laut (P) Widyatmoko Baruno Aji itu lalu menuju Civitavecchia Italia.
Kemudian, berangkat lagi ke Port Said, Mesir, melewati Jeddah, Arab Saudi, juga Colombo, Sri Lanka. Setelah itu, baru merapat di Pelabuhan Teluk Bayur, Padang.
“Selama perjalanan itu berbagai hal kami alami. Kami disambut ramah oleh masyarakat dari negara yang disinggahi. Bahkan, saat sampai di Jeddah, Arab Saudi, setiap taruna dan taruni yang beragama Islam diajak untuk menunaikan ibadah umrah oleh pemerintah setempat,” ujarnya.
Bagi Indra, menyandang status sebagai anggota TNI AL bukan perkara enteng. Di balik rasa bangga, ada tugas-tugas berat lain yang mengikuti.
Selain membawa misi perdamaian, mereka juga mempromosikan potensi wisata Indonesia termasuk pariwisata Sumatera Barat ke mancanegara.
“Banyak suka-duka yang seharusnya bisa saya rentang, mulai dari kegetiran rasa hati menahan rindu akan kampung halaman dan keluarga hingga bangga bisa membawa kapal perang kebanggaan Indonesia ini ke tanah Andalas ini,” kata Indra yang mengaku selama di Padang belum bisa membesuk keluarganya di kampung.
Sama halnya dengan Indra Koto, kadet AAL lainnya asal ranah Minang, Ilham Satria Nanda juga menegaskan bahwa bergabung dengan TNI tak butuh biaya besar.
Putra asal Painan, Pesisir Selatan itu mengaku tak sampai menghabiskan uang Rp 50 ribu. Berbeda dengan Indra, Ilham melamar masuk taruna dari Tanjungpinang, Kepulauan Riau, tempat kedua orang tuanya kini menetap.
Ilham yang sejatinya juga berasal dari keluarga TNI itu mengatakan bahwa yang terpenting dimiliki untuk menjadi bagian dari TNI adalah ketahanan fisik yang bagus, semangat, disiplin, dan kecerdasan.
Ini menjadi pelajaran penting bagi masyarakat yang ingin menjadi abdi negara bahwa semua anak muda dari berbagai latar belakang kehidupan punya kesempatan yang sama masuk TNI.
“Salah besar persepsi orang-orang yang yang selama ini menilai bahwa masuk TNI butuh banyak biaya. Jika itu benar, maka saya tak akan berada di sini hari ini. Saya memang berasal dari keluarga TNI juga, tapi bapak saya prajurit tamtama yang bukan orang bergelimang harta,” ungkap putra Syaifullah dan Maidarlis tersebut.
Sumber: jawapos