ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280
“Kanker..?” tanyaku,
tapi
kalimat itu tak mampu terucap hanya bersarang di kepalaku. Sebuah penyakit yang
selama ini hanya aku kenal lewat informasi dan berita-berita, kini penyakit
itupun menghampiri orang terdekatku orang yang paling aku sayangi. Penyakit
yang menakutkan itu menyerang istriku.
Kutatap
wajah cantik istriku yang dibalut jilbab favoritnya, tenang.. teduh… tak ada
ekspresi apa-apa aku makin bingung.
“duhh…bunda
apa yang ada dalam fikiranmu bunda…”
“Sekarang
bapak ke RSCM ke bagian Radiologi kita harus bertindak cepat,” tiba-tiba
aku tersadar. Segera kuambil surat pengantar dokter dan menuju RSCM.
Sungguh
tak pernah terpikirkan sedikitpun sebelumnya, kini kami berada dalam deretan
orang-orang penderita kanker di ruang tunggu spesialis Radiologi ini. Aroma
kecemasan bahkan keputus asaan tergambar di wajah mereka. Sebenarnya ini juga
saya rasakan, tapi saya harus menyembunyikan raut ini di hadapan istriku. Aku
harus tetap menyuguhkan energi penyemangat padanya.
Dihadapan
dokter Radiologi aku bertanya, “sebenarnya istriku kena kanker apa dok?”
“kanker
nasofaring.” jawab dokter singkat.
Ya
Allah….kanker apa lagi ini? Istilahnya saja aneh bagiku. Kenapa harus istriku
yang mengalaminya?
“Tapi
Insya Allah masih bisa disembuhkan dengan pengobatan sinar radiasi dan
kemoterapy,” dokter mencoba menangkap kegalauan diwajahku.
“Nanti
ibu harus menjalani pengobatan radiasi selama 25 kali.”
Terbayang
beratnya derita dan kelelahan yang harus dialami istriku. Belum lagi dengan
kombinasi pengobatan kemoterapy yang melemahkan fisik. Keluar dari ruang
radiologi seolah semuanya jadi gelap, rasanya aku tak kuat menahan segala beban
ini. Segera aku sms family dan teman-teman dekatku, aku kabarkan keadaan
istriku dan kumintakan do’a dari mereka. Tak terasa bulir-bulir bening air mata
bermunculan disudut mataku.
“Ayah
kenapa? nangis yach..?” dengan polos pertanyaan itu keluar dari bibir istriku.
“iya,
ayah sayaaang…. sama bunda,” suaraku gemetar.
Ku
usap lembut kepala istriku. Ku tepis perlahan tangannya yang mencoba mengusap
air mataku, ku gengggam kuat jari-jari lemahnya. Hatiku berbisik “kenapa tak
ada kesedihan diwajahmu bunda? apakah bunda ga tau penyakit ini begitu
berbahaya? Atau Allah telah memberitahukan ini semua kepadamu?”
“Bunda
biasa ajah koq..” Jawabanya malah makin membuatku tak bisa bernafas, air mataku
akhirnya jatuh juga.
Kususuri
lorong-lorong RSCM dengan langkah lemas tak bertenaga seolah aku melayang,
tulang-tulang terasa tak mampu menyangga badanku yang kecil ini.
Mulai
hari itu istriku harus dirawat inap di RS. Proklamasi. Semua persiapanpun dilakukan
mulai dari USG, Bond Scan dll. Hasilnya rahim masih bersih dan tulangpun normal
artinya kankernya belum mejalar ke bagian lain, Alhamdulillah…sempat kuucap
kata syukur itu.
Hari
ke empat. Sore itu aku dipanggil ke ruang Dokter Sugiono yang akan melakukan
Kemoterapy. Dikatakan bahwa kanker istriku stadium 2A dan Insya Allah masih
bisa diobati. Istrikupun siap untuk menjalani pengobatan dengan kemoterapy.
Kemudian kami minta ijin ke Dokter untuk diperbolehkan pulang sambil
mempersiapkan segala sesuatunya.